Sekjen Partai Garuda, Abdullah Mansuri dalam diskusi Menakar Taji menyatakan koalisi partai politik non parlemen bukan hanya membahas soal politik, tetapi juga isu-isu lain yang sedang terjadi di publik seperti, soal cabe dan minyak goreng.
“Sehingga banyak persoalan yang kami bahas dan kaji, isu-isu terkini,” kata Sekjen Partai Garuda, Abdullah Mansuri dalam diskusi Menakar Taji Koalisi Parpol Non-Parlemen, Rabu malam (9/3/2022).
Menurut Abdullah Mansuri, saat ini parpol non parlemen merupakan partauyang senasib dan sepenanggunan. Sebab, memiliki wakil di daerah, tetapi tidak di pusat. Sehingga terus akan melakukan komunikasi dan mendiskusikan bagaimana langkah-langkah agar 13,6 juta suara yang diperoleh tidak hangus.
“Ini yang terus kami kaji dan bahas, khususnya dalam menyamakan kesepahaman, meskipun beda pendapat dan persepsi itu hal biasa,” katanya.
Akan tetapi, tetap mengukur sejauh mana itu untuk kepentingan bersama dan solusi yang baik untuk dijalankan. Termasuk dalam menghadapi verifikasi parpol dan gugatan undang-undang ke MK dan isu-isu yang terjadi.
Oleh karena itu, selalu dibahas dan didiskusikan. Jika ada perbedaan dan kesamaan persepsi itu hal yang wajar. Terkait Pilpres 2024, Abdullah menegaskan saat ini masih prematur dan belum saatnya membahas.
“Tetapi yang jelas tujuh parpol non parlemen tetap solid sejak awal, dan ini terus kita dorong, termasuk dapat berkomunikasi dengan parpol parleman. Parpol non parleman pun akan mewujudkan sebagai parpol parlemen masa depan,” terangnya.
Selain itu, Pengamat Komunikasi Politik, Hendri Budi Satrio mengungkapkan dengan adanya koalisi partai politik (parpol) non parlemen ini merupakan hal yang positif dalam demokrasi. Ia mencatat setidaknya ada tiga hal yang menjadi perhatian.
Pertama masyarakat diingatkan ada parpol lain yang mempunyai suara, tetapi berada di luar parlemen. Bukan parpol baru yang belum ada suaranya. Sehingga ini yang membedakan.
“Kalau yang baru belum punya suara, tetapi parpol non parlemen ini sudah ada suaranya,” ungkap Hendri.
Sementara itu, Hendri menjelaskan kedua parpol non parlemen ini dapat menjadi parpol alternatif dalam menyampaikan aspirasi. Apabila selama bersuara lewat parpol di parlemen belum ada respon atau tidak didengarkan dapat menyalurkanya melalui parpol non parlemen ini.
“Jadi, ada harapan lain buat masyarakat Indonesia dalam menyuarakan aspirasinya,” jelas Hendri.
Namun, menurutnya bukan berarti tidak ada tantangannya dan ini hal ketiga yang harus menjadi perhatian parpol non parlemen, yakni bagaimana koalisi ini bisa solid terus.
“Misalnya, ada satu parpol didekati parpol diparlemen dan ditawari kerjasama dengan ditawari jabatan dirasa cocok lalu lepas dari koalisi. Sehingga kesolidan parpol non parlemen ini lebih diuji daripada parpol di parlemen, sebab ini memperjuangan hal-hal bar,” terangnya.
Maka dari itu, Hendri menyarankan untuk koaliasi parpol non parlemen ini membahas soal isu-isu yang menjadi kebutuhan publik saat ini, seperti isu komoditi bahan pokok termasuk juga penundaan pemilu, sehingga bisa terlihat, suara koalisi non parleman tersebut. (sha)