📍 Bogor – Klikinfo.id
Kampung Urug di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, masih setia menjaga jejak budaya Sunda yang diwariskan secara turun-temurun. Bukan hanya dikenal sebagai kampung adat, wilayah ini juga telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kabupaten Bogor pada 28 Mei 2025 oleh Bupati Rudy Susmanto.
Dengan sekitar 5.238 jiwa yang hidup selaras bersama alam dan adat, masyarakat Kampung Urug menjalani kehidupan berdasarkan tiga pilar utama: hukum adat, hukum agama, dan hukum negara. Uniknya, semua nilai itu tercermin dalam tiga bangunan sakral: Gedong Gede, Gedong Luhur, dan Gedong Alit.
“Kami hanya menanam padi sekali setahun, bukan untuk dijual, tapi demi kebutuhan sendiri dan upacara adat,” ujar salah satu warga.
🌾 Kearifan Lokal yang Masih Hidup
Dari ribuan komunitas adat di Indonesia, Kampung Urug jadi salah satu yang masih kuat menjaga tradisi. Setidaknya ada lima tradisi utama yang masih lestari hingga hari ini:

- Sedekah Bumi
Tradisi tahunan ini jadi bentuk syukur atas hasil panen dan permohonan kelancaran musim tanam. Prosesi dilakukan di Gedong Gede, melibatkan seluruh warga dalam tiga tahapan: Ngangkat (menumbuk padi), Riungan (makan bersama), hingga arak-arakan kepala kerbau.
Tradisi ini tidak hanya menjaga hubungan manusia dengan alam, tapi juga memperkuat solidaritas antarwarga.
- Rowahan
Dilaksanakan tiap bulan Sya’ban, Rowahan adalah ritual doa bersama menjelang Ramadan. Setiap keluarga menyumbang ayam hidup, yang kemudian dimasak dan dibagikan sebagai berkat. Inti dari Rowahan adalah menghormati leluhur sekaligus mempererat hubungan sosial warga.
- Seren Taun
Seren Taun jadi semacam “Tahun Baruan” ala Kampung Urug. Tradisi ini dilakukan setiap bulan Rayagung (kalender Sunda) sebagai penutup tahun pertanian. Padi hasil panen diserahkan ke lumbung adat (leuit) untuk disimpan sebagai bibit musim depan. Bagi warga, padi dari Seren Taun dianggap membawa berkah.
- Muludan
Berbeda dari daerah lain, perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW di Kampung Urug hanya bisa dilakukan setelah Abah Ukat (Kepala Adat Urug Lebak) memulai prosesi adatnya. Ini menunjukkan bagaimana agama dan adat berjalan beriringan di masyarakat Urug.
- Seren Pataunan (Penggokan)
Tradisi ini menandai pergantian tahun Hijriah. Dimeriahkan dengan nasi kuning, selametan, hingga pertunjukan budaya seperti jaipongan dan wayang golek, semua dilakukan sukarela oleh warga tanpa honor.
Menariknya, kemeriahan acara ini kerap melebihi Seren Taun karena warga datang dari berbagai tempat tanpa undangan resmi.
🤝 Peran Sentral Kepala Adat
Desa Urug terbagi ke dalam tiga wilayah adat: Urug Tonggoh, Urug Tengah, dan Urug Lebak, masing-masing dipimpin tokoh adat yang disebut “Abah”. Saat ini, posisi tersebut diisi oleh:
Abah Sukardi (Urug Tonggoh)
Abah Amat (Urug Tengah)
Abah Ukat Raja Aya (Urug Lebak)
Para Abah bukan cuma pemimpin seremoni, tapi juga pengayom, guru, bahkan tempat warga berkonsultasi soal kehidupan hingga pengobatan tradisional. Sosok seperti Abah Ukat tak hanya dihormati oleh warga lokal, tapi juga sering didatangi tamu dari luar kampung.
📆 Jadwal Tradisi Kampung Urug 2025
Semua kegiatan adat dilaksanakan berdasarkan arahan kepala adat, biasanya disesuaikan dengan musim tanam dan panen. Ini jadi bukti bahwa kehidupan masyarakat masih sangat terpaut erat dengan alam dan warisan leluhur.
✨ Refleksi: Tradisi sebagai Akar Masa Depan
Lima tradisi utama di Kampung Urug bukan hanya simbol adat, tapi juga representasi dari cara hidup yang berpijak pada harmoni, kebersamaan, dan penghormatan terhadap alam serta leluhur. Di tengah arus modernisasi, Kampung Urug berdiri sebagai pengingat bahwa kearifan lokal bukan masa lalu, melainkan pondasi masa depan yang layak dijaga.

📸 Dokumentasi: Ayu Rahmadini, 2025
📚 Sumber Referensi: AMAN, Kemendikbud, Buletin Al-Turas, dan berbagai publikasi akademik.
Jika kamu tertarik mengunjungi atau mengenal lebih jauh budaya lokal Indonesia, Kampung Urug bisa jadi destinasi yang sarat makna dan pengalaman tak terlupakan.
Jika kamu butuh versi pendek untuk media sosial atau ringkasan berita, tinggal beri tahu saja.
( Ayu Rahmadini – Universitas Nahdatul Ulama Indonesia)