Dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional yang digelar di Lamongan, Jawa Timur, Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono meraih penghargaan “Tokoh Politik Daerah” dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), pada Sabtu (26/3/2022).
Penghargaan tersebut diserahkan oleh Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, ia menilai Adi Sutarwijono itu sebagai tokoh politik progresif yang mampu membangun komunikasi publik yang baik, dengan berbagai pihak serta mendorong pembangunan Kota Surabaya berlangsung lancar.
“Terima kasih PWI Jawa Timur, terima kasih masyarakat Surabaya, terima kasih PDI Perjuangan yang telah mempercayakan berbagai tugas kepada saya. Penghargaan ini menjadi pelecut bagi saya untuk terus meningkatkan kinerja bagi masyarakat,” kata Adi Sutarwijono, usai menerima penghargaan dari PWI Jawa Timur, di Lamongan.
Menurut Adi Sutarwijono, hal itu menjadi tugas bersama untuk terus mendorong penguatan demokrasi dan partisipasi publik dalam pembangunan sebuah daerah.
“Komunikasi lintas arah dengan berbagai pihak, sangat penting dilakukan untuk mengakselerasi pembangunan Surabaya, terus memajukan kota ini, sekaligus menyejahterakan masyarakat,” ujar Adi Sutarwijono.
“Selain komunikasi publik, komunikasi antar pemangku kebijakan di Forkopimda sangat penting dilakukan. Sehingga dengan komunikasi yang baik, berbagai masalah di masyarakat bisa segera mendapatkan solusi yang tepat,” sambungnya.
Sementara itu, Adi Sutarwijono juga mengatakan tetap menjunjung tinggi aspek profesionalisme masing-masing pihak. Diketahui, ia menjabat sebagai Ketua DPRD di Kota Pahlawan tahun 2019.
Sejak mahasiswa ia memang sudah berminat berkecimpung di dunia tulis-menulis. Sehingga Adi Sutarwijono menjadi wartawan di Harian Surya tahun 1996-2000. Ia ditugasi meliput sejumlah aksi unjuk rasa, di antaranya serangkaian demonstrasi PDI Pro-Megawati tahun 1996.
Saat itulah Adi berkenalan dengan banyak tokoh PDI Pro-Megawati.
Adi Sutarwijono juga pernah ditangkap aparat keamanan ketika meliput unjuk rasa massa PDI Pro-Megawati, pada 28 Juli 1996 di Jalan Diponegoro Surabaya.
Aksi demontrasi tersebut merupakan reaksi sekaligus protes keras atas penyerbuan Kantor DPP PDI di Jakarta, 27 Juli 1996.
Namun selama bekerja di Harian Surya, Adi Sutarwijono mendalami menjadi wartawan professional, yaitu menjadikan tulisan untuk melaporkan kejadian, fakta, dan data di lapangan secara berimbang (cover both side).
Selain itu, Adi Sutarwijono belajar mengangkat kisah manusia (human interest) di balik berbagai peristiwa, dan menuliskannya di koran cetak. Ia juga bekerja di Majalah Tempo dan Tempo Interaktif sebagai Kontributor Surabaya, serta melaporkan berbagai peristiwa di Surabaya dan Jawa timur sekitar tahun 2000.
Hingga di akhir tahun 2003, Adi Sutarwijono bergabung dengan PDI Perjuangan dan memutuskan berhenti dari dunia wartawan. Karena menurutnya, menjadi wartawan professional itu harus non-partisan. Sementara ia sudah menetapkan pilihan politik di PDI Perjuangan. (sha)